Mulai dari bulan ini hingga nanti pertengahan bulan Februari, kampus pendidikan ini kembali diramaikan dengan pesta demokrasi, ya, mahasiswa kampus pendidikan ini akan menentukan hak pilihnya untuk memberikan pilihan terbaiknya kepada dua pasang calon kandidat pimpinan lembaga kemahasiswaan tertinggi di kampus pendidikan ini. jika dilihat dua pasang kandidat ini sebetulnya sudah tidak asing lagi, tidak asing lagi untuk teman-teman dikelas dan angkatan serta jurusan, kawan-kawan aktivis mahasiswa, meskipun tidak semua mengenal juga ya hanya beberapa kalangan saja, serta beberapa petinggi kampus. dua pasang kandidat sekarang merupakan incumbent, karena sebelumnya sudah merasakan bagaimana berjuang selama satu peiode di lembaga legislatif tersebut. tulisan ini tidak akan membahas mengenai kedua kandidat tersebut, karena tidak penting juga nampaknya, namun tulisan ini akan coba membedah bagaiamana sebenarnya urgensi Pesta demokrasi kampus dalam hal ini PEMIRA serta apa manfaat bagi kita, sebagai mahasiswa yang dikatakan sebagai intelectual Minority.
baik kita coba berbicara mengenai PEMIRA, hampir semua kampus di negeri ini sedang diramaikan dengan pemilihan pimpinan lembaga kemahasiswaan nya dalam hal ini Badan Eksekutif Mahasiswa atau lembaga eksekutif, baru-baru ini sebuah kampus besar di kota pendidikan, Yogyakarta telah memilih pimpinan lembaga eksekutifnya, pun halnya dengan kampus eks-IKIP di Ibu kota, begitub pula kampus besar di kota hujan, atau kampus tertua di pinggiran kota Jakarta tepatnya daerah Depok serta kampus yang banyak menelurkan pengacara kondang pun sekarang telah berganti kepemimpinan, dan mulai hari ini hingga satu bulan kedepan kampus ini pun sedang bergeliat dengan pesta yang akan di gelar hingga nanti terpillih lah pimpinan yang baru. ada fenomena menarik yang terjadi selama mengkuti perkembangan PEMIRA ini dari tahun pertama saya masuk di kampus ini hingga saya menjadi peserta kampanya, tepatnya tahun kemarin, bahwa ternyata tingkat partisipasi dari mahasiswa di kampus ini masih sangat minim, bayangkan dari sekitar 30 ribu mahasiswa hanya sekitar 8 hingga 9 ribu mahasiswa yang berpartisipasi, kemudian juga tingkat partisipasi dari mahasiswa tepatnya kawan-kawan aktivis mulai tidak terlihat, dari tahun ketahun tidak lebih dari dua pasang yang akhirnya lolos verifikasi, bandingkan dengan kampus besar di Yogyakarta, dimana kandidat yang bertarung mencapai 6 kandidat. padahal jika dilihat posisi pimpinan lembaga eksekutif ini sangat bergengsi, bahkan dengan kita berada di lembaga ini, maka kita mampu memberikan kontribusi sebanyak-banyaknya bagi kampus ini, ya mengingat bahwa posisi tawar dari lembaga kemahasiswaan ini cukup tinggi dan diperhitungkan tidak hanya oleh pejabat kampus bahkan oleh pemerintah di republik ini.
melihat fakta diatas seharusnya pesta demokrasi ini menjadi ajang bagi para aktivis yang peduli pada mahasiswa, kampus serta bangsanya untuk unjuk kebolehan, memperlihatkan kapasitas intelektualnya dan tentunya agar ia mendapat pilihan paling banyak agar mencapai tujuan menjadi pimpinan lembaga tersebut. namun ternyata PEMIRA tidak hanya cukup sampai disana, esensi PEMIRA bukan terletak pada bagaimana kandidat bisa menang dengan menggunakan berbagai cara, atau PEMIRA adalah ajang pertarungan ideologi meski itu tidak dapat dihindari, namun ada hal yang lebih penting yang harus menjadi perhatian kita semua.
pertama, bahwa PEMIRA ini pun seyogyanya menjadi ajang bagi kita, untuk belajar berdemokrasi, dimana setiap elemen mahasiswa itu berhak ikut berpartisipasi mencalonkan diri menjadi kandidat untuk di pilih oleh konstituennya, kandidat berdinamika dengan kandidat lainnya, menunjukan kebolehannya, memperlihatkan kapasitas serta pengatahuan agar mampu memikat para mahasiswa nya. PEMIRA bukan hanya miliknya segelintir orang atau sekelompok golongan, tapi PEMIRA adalah milik semua mahasiswa kampus ini tanpa terkecuali. Kedua, mahasiswa lain belajar bagaimana menjadi masyarakat yang berpartisipasi aktif dengan cara memberikan hak suaranya, karena satu suara akan menentukan masa depan gerakan mahasiswa di kampus ini.
yang lebih penting, baik para kandidat maupun mahasiswa harus cerdas. artinya kandidat harus memberikan kreatifitas dan inovasi dalam setiap kampanye nya, bukan kampanye yang menjelekan kandidat lain, atau bahkan membodohi pemilih. para pemilih pun cerdas dalam melihat kapasitas kandidat, jika perlu datang dalam sesi kampanye dan ajukan pertanyaan atau pendapat agar mampu menguji sejauh mana kapasitas dari para kandidat, hal ini perlu agar kita tidak salah memilih karena masa depan gerakan mahasiswa di kampus ini ada ditangan kita, para pemilih.
terakhir, mengutif dari salah satu kandidat Presiden di kampus besar di Yogyakarta, bahwa PEMIRA adalah ajang untuk mencerdaskan bukan untuk membodohi, menjelek-jelekan, menyakiti atau tinggi hati. tapi PEMIRA harus membumi dan memahami ke arah mana Gerakan mahasiswa dan kampus ini akan dibawa.PEMIRA pun bukan hanya sekedar ajang perebutan kekuasaan, namun ini adalah ajang berdemokrasi secara sehat serta ajang bagi kita untuk sama-sama belajar, ya belajar bagaimana menghargai, bertoleransi, bersikap jujur serta bijak dalam menyikapi apapun yang menjadi hasilnya nanti. dan siapapun yang masih peduli pada kampus ini, peduli pada bangsanya mari kita berkontribusi dengan cara memberikan hak suaranya saat masa pemungutan suara nanti.
Marilah kawan mari kita kabarkan,
di tangan kita tergenggam arah bangsa.
Marilah kawan mari kita nyanyikan,
sebuah lagu tentang perubahan.
bagus tulisanya. Dalam
BalasHapus