Dalam perjalanan sejarah Indonesia, tak dapat dipungkiri peran pemuda begitu strategis, bahkan menjadi garda terdepan dalam merebut kemerdekaan dari bangsa penjajah. Ini kemudian menjadi bukti nyata akan kedahsyatan potensi yang dimiliki oleh pemuda. Bahkan founding father bangsa ini pernah berkata, “Berikan aku sepuluh pemuda, maka akan ku ubah dunia”. Pernyataan ini menyiratkan betapa pentingnya peran pemuda dalam kemajuan sebuah peradaban. Pernyataan ini pula yang harus nya menyadarkan kita, (Red: Mahasiswa), bahwa ternyata di pundak kita lah tersemat nasib bangsa ini, maju tidak nya sebuah bangsa adalah ditentukan kondisi pemudanya saat ini. Selayaknya, kita hari ini sebagai tunas-tunas bangsa yang mempunyai jiwa dan semangat yang menggelora kemudian mengambil peran dalam memperbaiki keadaan bangsa yang hari ini mengalami krisis multidimensi. Jangan sampai mahasiswa hari ini kemudian lupa akan sejarahnya, lupa akan peran dan fungsinya. Dalam sejarahnya, pemuda (Red:Mahasiswa) merupakan elemen penting dalam perubahan tatanan politik bangsa, di mana beberapa rezim berkuasa kemudian tumbang salah satunya atas jasa dari Pemuda (Red: Mahasiswa).
Mahasiswa yang paripurna kemudian mempunyai peran dan fungsi, diantaranya: Pertama, sebagai insan pembelajar, tentunya mahasiswa mempunyai peran sebagai insan akademis, artiya sebgai mahasiswa kita wajib untuk menuntut ilmu yang menjadi spesialisasi nya di bangku kuliah. Mahasiswa harus belajar secara mendalam mengenai keilmuannya, karena ini lah bekal yang akan dibawa oleh mahasiswa selepas menyelesaikan masa studinya di kampus yang rata-rata hanya berusia 4 tahun. Kedua, mahasiswa mempunyai fungsi sosial, artinya mahasiswa tidak bisa begitu saja berlepas dari setiap permasalahan yang terjadi di masyarakat, jangan sampai kita menjadi seperti menara gading yang sulit bersentuhan dengan kondisi realitas masyarakat. Sebagai penerus estafeta kepemimpinan bangsa, kita sebagai mahasiswa hendaknya mau untuk melihat setiap kondisi realita yang ada, bahkan harusnya dengan kondisi bangsa hari ini, kita dituntut untuk pro aktif mengatasi setiap jengkal permasalahan yang ada. Atau tidak ragu untuk memberikan solusi konkrit terhadap sebuah permasalahan. Peran Ketiga, adalah peran politik, mahasiswa sebagai cadangan pemimpin dimasa yang akan datang, tidak lagi tabu ketika membicarakan masalah politik, karena pada dasarnya ketika kita bergabung dalam sebuah organisasi maka kita secara tidak langsung sedang belajar berpolitik. Namun perlu diingat bahwa kemudian politik yang diusung oleh mahasiswa adalah politik berbasis moral, dimana nilai-nilai kebenaran menjadi landasan geraknya. Mahasiswa kemudian harus berlepas diri dari berbagai kepentingan yang ada dalam politik praktis yang syarat akan kemunafikan, kebohongan dan tak jarang saling “mematikan”. Mahasiswa sebagai elemen independen harus berada dalam lingkar luar kekuasaan, kita bebas dari berbagai unsur kepentingan, baik para penguasa, elit politik, atau bahkan Partai politik. Maka dalam hal ini, peran mahasiswa adalah kontrol sosial terhadap jalannya pemerintahan, atau dalam tataran kampus, mahasiswa merupakan mitra kritis dari lembaga kampus, yang suatu saat akan menjadi pihak yang mempertanyakan atau mengkritisi kebijakan yang tidak pro masyarakat. Bahkan dalam pengambilan kebijakan baik pemerintah atau kampus, mahasiswa seharusnya menuntut agar dipertimbangkan rekomendasi dari mahasiswa karena itu sejalan dengan fungsi mahasiswa sebagai kontrol sosial.
Mahasiswa sebagai sebuah entitas unik dalam suatu negara, dan terlebih kita yang hari ini lahir dari rahim kampus pendidikan sudah menjadi sebauh kewajiban untuk berperan juga dalam usaha pembangunan bangsa. Hal ini tidak semata-mata karena status mahasiswa yang dituntut untuk menjadi kontrol sosial. Namun juga semata-mata karena mahasiswa sejatinya adalah seseorang yang sedang mengalami fase pengembangan diri dan fase pembelajaran diri. Bahkan kita mempunyai peran lebih yaitu bagaimana memikirkan nasib pendidikan bangsa ini jika diibaratkan seperti “benang kusut” yang harus segera diurai.
Kondisi pendidikan Indonesia menjelang 2 Tahun usia kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, masih jauh dari harapan. Jika berbicara tentang pendidikan, sepertinya dialog-dialog tentang permasalahan tidak pernah ada habisnya. Pendidikan Indonesia kini, lebih mirip sebuah sistem yang terbelit-belit benang yang kusut yang menyangkut di tiap elemen. Sangat Jauh dari sistem yang menjembatani warganya untuk mencapai kesejateraan. Mulai dari kebijakan mengenai Ujian Nasional yang memunculkan berbagai polemik, padahal Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui keputusannya tertanggal 21 Mei 2007 yang diperkuat oleh keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta dan Mahkamah Agung telah mengabulkan gugatan Citizen Law Suit yang menetapkan bahwa pemerintah dengan kebijakan ujian nasionalnya telah melanggar Hak Asasi Manusia. Namun pemerintah tak bergeming, dan tetap melanjutkan kebijakan kontroversial ini dengan berbagai dalih tentunya.
Mengenai anggaran pendidikan, pemerintah saat ini menyatakan bahwa anggaran pendidikan sudah memenuhi tuntutan undang-undang yaitu 20% APBN. Namun kenytaannya 20% yang dimaksud pemerintah sebenarnya bukanlah murni anggaran pendidikan melainkan juga termasuk anggaran gaji pendidik. Padahal UUD 1945 pasal 31 ayat (4) menyatakan “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Sementara itu UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 49 ayat (1) dengan tegas menyatakan “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Program yang tak kalah banyak menuai kritikan adalah program RSBI yang secara sengaja telah melegalkan komersialisasi pendidikan, hal ini menjadi ironi ditengah masih banyak anak-anak negeri ini yang masih kesulitan untuk mengenyam pendidikan. Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (2) yang tertulis “Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” serta di dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 5 ayat (1) tertulis “Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ini jelas juga sebuah bukti ketidak mampuan pemerintah memberikan pendidikan yang layak bagi rakyatnya.
Dan masalah yang terbaru dan tentunya paling di ingat oleh mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia adalah kenaikan biaya masuk yang mencapai 100%, dan ini membuat 400 orang calon mahasiswa baru UPI harus tertatih untuk melewati proses registrasi, dan ternyata tidak hanya UPI, kebijakan menaikan biaya masuk perguruan tinggi ini serempak di lakukan oleh sebagian perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia, padahal jelas amanat PP no. 66 Tahun 2010 mengenai pengelolaan pendidikan, dalam pasal 53A menyatakan “Satuan pendidikan menengah dan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing wajib mengalokasikan tempat bagi calon peserta didik berkewarganegaraan Indonesia, yang memiliki potensi akademik memadai dan kurang mampu secara ekonomi, paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah keseluruhan peserta didik baru. Namun sepertinya itu masih kurang diperhatikan oleh lembaga Pendidikan tinggi”. Padahal institusi pendidikan merupakan kepanjangan tangan pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan formal dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Disinilah dituntut peran kita sebagai mahasiswa dari kampus pendidikan untuk ikut serta dalam mengurai benang kusut pendidikan Indonesia. Banyak gerakan yang bisa kemudian kita lakukan dalam rangka kontribusi kita terhadap pendidikan indonesia. Yang paling sederhana tumbuhkan jiwa dan semangat budaya literasi (membaca, diskusi dan menulis) di kalangan mahasisa, karena tak jarang dari hasil kajian-kajian mahasiswa akan lahir gagasan-gagasan baru yang mencerahkan, selain itu control sosial mahasiswa sangat diperlukan melalui gerakan aksi pun sangat dibutuhkan sebagai bentuk tekanan kita terhadap pemerintah yang notabene adalah pengambil kebijakan. Contoh peran mahasiswa adalah ketika Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Republik Mahasiswa (REMA) UPI, beserta Ormawa se-UPI , mengadvokasi kebijakan kenaikan biaya masuk UPI yang mencapai 100 %. Lakukan juga aksi-aksi pencerdasan kepada khalayak luas baik mahasiswa ataupun masyarakat agar mereka mengetahui, faham dan ikut serta bersama kita dalam gerakan memperbaiki pendidikan bangsa ini. Semoga kita mampu memberikan kontribusi nyata bagi perbaikan pendidikan bangsa ini, agar kelak, di kemudian hari pendidikan Indonesia memang kembali pada fungsinya sebagai eskalator sosial ekonomi bangsa, dan lebih dari itu melalui pendidikan lah kesejahteraan rakyat Indonesia dapat segera tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar